Suku Naga

suku Naga
Suku Naga, adalah salah satu masyarakat adat yang hidup di sebuah kampung kecil yang terletak di desa Neglasari kecamatan Salawu kabupaten Tasikmalaya provinsi Jawa Barat.

Pemukiman suku Naga ini merupakan sebuah kampung kecil yang dihuni oleh beberapa puluh keluarga. Kampung suku Naga ini berada pada ruas jalan raya yang menghubungkan kota Tasikmalaya dan kota Garut. Kampung Naga dikelilingi oleh hamparan tanah yang menyerupai lembah, dengan rumah-rumah tradisional yang seragam. 

Suku Naga ini merupakan salah satu sub-suku dari suku Sunda sebagai suku induknya. Secara bahasa suku Naga ini menggunakan bahasa Sunda, hanya saja dibedakan dari dialek yang sedikit berbeda dengan bahasa Sunda pada umumnya. Suku Naga sagat teguh mempertahankan adat-istiadat dan tradisi leluhur mereka hingga masa sekarang. Mereka tidak terpengaruh oleh budaya luar, segala bentuk hal baru yang masuk ke kampung mereka harus diteliti dan dipelajari dahulu, kalau itu bisa merubah tradisi hidup mereka, sudah tentu akan dibuang dan ditolak kehadirnnya. Seperti suku Baduy di provinsi Banten yang setia melestarikan hutan di wilayah pemukiman mereka, suku Naga ini juga sangat teguh dalam melestarikan hutan di sekitar wilayah pemukiman mereka. 

pemukiman suku Naga
Rumah tradisional suku Naga ini rata-rata berwarna hitam yang dilapisi dengan bahan ijuk. Rumah-rumah menghadap ke arah utara dan selatan secara teratur, yang dibatasi oleh sungai Ciwulan. Perkampungan mereka diapit oleh 2 buah leuweung (hutan), yaitu Leuweung Biuk dan Leuweung Larangan.

Masyarakat suku Naga ini sangat menghargai hutan. Tak seorangpun anggota masyarakat Suku Naga berani merusak tumbuhan di daerah leuweung (hutan) itu, karena kedua areal hutan itu dikeramatkan.

Leuweung Larangan, menjadi hutan yang dikeramatkan, karena terdapat kuburan leluhur suku Naga, yaitu kuburan Sembah Dalem Eyang Singaparana. Di sebelah kuburan leluhur tersebut terdapat 3 kuburan lain yang tidak diketahui siapa yang dimakamkan di sana, tapi mereka meyakini 3 kuburan lain termasuk leluhur mereka juga.

Leuweung Biuk, berada dekat dengan dekat Saluran Biuk. Leuweung Biuk berada di kaki bukit curam di tepi sungai Ciwulan. Leuweung Biuk adalah daerah yang tabu untuk dikunjungi. Bahkan seorang Kuncen (pemimpin adat) pernah berkata bahwa "urang Naga mah euweuh nu wani nincak" yang berarti "orang Naga tidak ada yang berani menginjakkan kakinya di hutan tersebut".

Wilayah adat suku Naga mencakup wilayah gunung Sunda, gunung Satria, gunung Panoongan, gunung Raja, Pasir Halang hingga mencapai batas jalan raya yang menghubungkan kota Tasikmalaya dan Garut. Tapi pada masa Orde Baru, pemerintah daerah setempat mencaplok tanah adat suku Naga ini, dengan dalih menganggap wilayah ini sebagai tanah terlantar, yang kemudian dijadikan "milik negara", dan menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI) yang dikembangkan menjadi perkebunan teh milik negara.

Di perkampungan suku Naga ini, mereka tidak menggunakan listrik untuk memasak, mereka hanya menggunakan kayu bakar.

Masyarakat adat Suku Naga yang menempati wilayah yang disebut Kampung Naga tersebut, selama ini diakui memiliki potensi budaya yang besar merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan Sunda. Mereka hidup berkelompok, tanpa mengisolasi diri dengan lingkungan dan kehidupan daerah sekitarnya, akan tetapi mereka dapat dengan kokoh tetap mempertahankan pandangan hidup, tradisinya, serta nilai-nilai kearifan lokalnya, khususnya di tengah gelombang modernisasi yang masuk pada era globalisasi seperti saat ini. Sayangnya hal ini tidak terdapat dalam setiap masyarakat di Indonesia. Padahal jika setiap masyarakat minimal menghayati dan menjalankan kearifan lokal yang ada, keadaan alam Indonesia tidak akan sampai terpuruk sedemikian parahnya seperti saat ini.

Masyarakat perkotaan harus berterima kasih kepada suku Naga, karena suku Naga dengan bersusah payah menghindari dari segala kehidupan modern, bertahan dan bertindak semaksimal mungkin untuk menjaga hutan mereka. Merupakan hal yang buruk bagi kita jika membiarkan mereka berjuang sendirian dalam menjaga hutannya, karena secara langsung maupun tidak langsung, hutan yang mereka jaga kelestariannya berpengaruh terhadap kehidupan di lingkungan perkotaan.

sumber:
sumber lain dan foto:
  • liranews.com
  • belantaraindonesia.org

No comments:

Post a Comment