Showing posts with label Sumatra Barat. Show all posts
Showing posts with label Sumatra Barat. Show all posts

Orang Jawa Tongass Pasaman

Orang Jawa Tongass, adalah sekelompok pekerja yang berasal dari pulau Jawa, dibawa oleh Kolonial Belanda ke Suriname dan kembali ke Indonesia, tapi oleh pemerintah Indonesia tidak diperbolehkan kembali ke pulau Jawa, sehingga mereka diantar ke Sumatra Barat, tepatnya di daerah Pasaman.

Pada tahun 1880 sejumlah 32.965 pendatang Jawa pergi ke Suriname, lalu pada tahun 1953 sekitar 1.200 orang pulang ke Indonesia dan membangun pemukiman di Pasaman Sumatra Barat.

Pada tahun 1953 sekelompok orang Jawa yang pulang ke Indonesia menaiki kapal Langkuas dari Royal Rotterdam Lloyd, yang dipimpin oleh Salikin Hardjo. Saat itu sekitar 300 keluarga. Rencananya mereka akan kembali ke pulau Jawa, tapi permintaan mereka tidak diluluskan oleh Pemerintah Indonesia. Sebaliknya mereka diantar ke Sumatera Barat. Di Sumatra Barat, tepatnya di daerah Pasaman mereka mendirikan pemukiman, yaitu desa Tongass, sebelah utara dari bandar Padang. Mereka membersihkan lahan dan membanguna rumah-rumah tempat tinggal. Di tempat baru mereka terintegrasi lancar dengan komunitas Minangkabau, meskipun fakta bahwa kebanyakan dari mereka beragama Kristen. Terjadi beberapa perkawinan campur dengan penduduk asli Minangkabau yang pada umumnya beragama Islam. Pengaruh Islam Minangkabau cukup kuat mempengaruhi mereka, sehingga beberapa keluarga mereka yang meninggal dikebumikan di pemakaman Muslim.

Keturunan mereka sudah merasa sebagai orang Indonesia dari pada Suriname, namun mereka tetap mempertahankan hubungan dengan keluarga dan kawan-kawan mereka di Suriname dan Belanda. Kadang-kadang mereka melakukan perjalanan kembali ke Suriname maupun ke Belanda untuk menemui kerabat dan teman-teman mereka.

Saat ini suku Jawa Tongass berkembang dengan pesat, sehingga beberapa dari mereka mulai bergeser ke wilayah-wilayah lain di Pasaman. Beberapa dari mereka berbaur dengan masyarakat Jawa Transmigrasi di kecamatan Kinali. Penduduk di kecamatan Kinali sendiri mayoritas dihuni oleh masyarakat suku Batak Mandailing dan suku Minangkabau. Sedangkan masyarakat Jawa di daerah ini adalah para Transmigran yang hadir melalui program Transmigrasi sejak tahun 1960 sampai 1970. 

Suku Malayu

Suku Malayu, dimaksud di sini bukanlah sama dengan suku Melayu pada umumnya, melainkan istilah "suku" di sini berarti "klan" atau "marga", yang ditujukan kepada suatu komunitas masyarakat yang menyebut diri mereka sebagai suku (marga/ klan) Malayu, yang hidup di masa lalu, yang diduga sebagai nenek moyangnya suku Minangkabau.

Orang Minang kadang menuliskan "Suku Malayu" ini menimbulkan kerancuan dengan istilah "Suku Melayu" (suku-bangsa Melayu). Padahal seharusnya ditulis Suku Malayu dengan huruf "a", mengikuti dialek Minangkabau yang tak mengenal suku kata awal mengandung huruf "e" atau "e pepet"..

Diduga kuat, suku Minangkabau awalnya berasal dari suku Malayu yang datang ke wilayah Minangkabau bersamaan dengan pemindahan pemerintahan Kerajaan Malayu Darmasraya ke pedalaman di Pagaruyung, yang menerima pengakuan sebagai orang Minang, sehingga mereka menggunakan istilah "suku" sebagaimana suku-suku di Minangkabau. Dipercaya Suku Malayu dibawa dan didorong oleh Adityawarman untuk menyebar ke seluruh wilayah Minangkabau sekarang ini. Kalau dilihat dari sejarah, istilah "minangkabau" tidak dikenal dalam sejarah Sumatera kuno, kecuali nama "Moloyou". Wilayah adat Minangkabau memang terletak berdekatan dengan wilayah pusat Kerajaan Melayu, yaitu di hulu Batang Hari, Jambi.

Di beberapa nagari di Minangkabau, suku Malayu merupakan suku keluarga raja misalnya di Solok Selatan, Lunang dan Indrapuro (pesisir selatan), Ampek Angkek (Agam), nagari Air Bangis (Pasaman) dan beberapa nagari lain. Di Solok Selatan, suku Malayu merupakan suku dari Yang Dipertuan Sultan Besar Raja Disembah atau Raja Alam.
Di kerajaan Darmasraya, diduga kuat bahwa keluarga kerajaan juga bersuku Malayu dan keluarga Kerajaan Pagaruyung juga bersuku yang sama yaitu Suku Malayu.

Suku Malayu ini lah yang menurunkan beberapa suku (marga) lagi, yang menjadi leluhur orang Minang. Dikutip dari Buku Sejarah Kebudayaan Minangkabau bahwa suku-suku yang ada dalam kelompok suku Minangkabau merupakan pemekaran dari suku Malayu.

Suku (marga) Malayu, terpecah menjadi 4 kelompok, yang juga mengalami pemekaran menjadi beberapa pecahan suku sebagai berikut:
  • Suku Melayu nan IV Paruik (Kaum Kerajaan):
    • Suku Malayu
    • Suku Kampai 
    • Suku Bendang (Suku Salayan) 
    • Suku Lubuk Batang
  • Suku Melayu nan V Kampung (Kaum Datuk Nan Sakelap Dunia, Lareh Nan Panjang)
    • Suku Kutianyie
    • Suku Pitopang
    • Suku Banuhampu (Suku Bariang)
    • Suku Jambak
    • Suku Salo
  • Suku Melayu nan VI Ninik (Kaum Datuk Perpatih Nan Sebatang, Lareh Bodi Caniago)
    • Suku Bodi 
    • Suku Singkuang (Suku Sumpadang)
    • Suku Sungai Napa (Sinapa)
    • Suku Mandailiang
    • Suku Caniago
    • Suku Mandaliko
    • Suku Balaimansiang (Suku Mansiang)
    • Suku Panyalai
    • Suku Sumagek
    • Suku Sipanjang (Supanjang)
  • Suku Melayu Nan IX Induak (Kaum Datuk Ketumanggungan, Lareh Koto Piliang)
    • Suku Koto (Andomo Koto)
    • Suku Piliang
    • Suku Guci (Suku Dalimo)
    • Suku Payobada (Suku Dalimo)
    • Suku Tanjung
    • Suku Simabur
    • Suku Sikumbang
    • Suku Sipisang (Pisang)
    • Suku Pagacancang

Awal Penyebaran Suku Malayu di Minangkabau
Di beberapa daerah di Minangkabau (luhak dan rantau), Suku Malayu disebut sebagai Suku Raja, seperti di Air Bangis, Lunang, Inderapura, Sungai Pagu dan Ampek Angkek (Agam).

Di beberapa daerah lain, Suku Malayu juga terjadi pemekaran suku, menjadi:
  • Suku Malayu Gadang
  • Suku Malayu Panai
  • Suku Malayu Ganting
  • Suku Malayu Durian
  • Suku Malayu Guci
  • dan seterusnya.

Suku Malayu menyebar hampir ke seluruh wilayah Minangkabau baik luhak (darek) maupun rantau. Di Sungai Pagu (Muara Labuh, Sangir dan sekitarnya), Raja Alam dipegang oleh Suku Malayu dengan gelar Yang Dipertuan Raja Disembah. Di Lunang, penduduknya juga mayoritas bersuku Malayu dengan banyak pecahannya. Di Tanah Datar dan Pasaman, Suku Mandailiang juga merupakan bagian dari Suku Melayu. Begitu pula di Cupak, Solok, Suku Malayu juga dominan.

Seiring dengan pesatnya pertumbuhan populasi warga suku Malayu, pemekaran suku menjadi hal yang tak dapat dihindari. Suku Malayu terpecah lagi menjadi beberapa suku di berbagai nagari di Minangkabau, antara lain:
  • Suku Malayu Panai
  • Suku Malayu Gadang
  • Suku Malayu Gadang Ranatu Kataka (Lunang)
  • Suku Malayu Gadang Kumbuang (Lunang)
  • Suku Malayu Gantiang
  • Suku Malayu Ampek Niniak (Empat Nenek) (Solok Selatan}
  • Suku Malayu Ampek Paruik (Empat Perut) (Solok Selatan)
  • Suku Malayu Bariang Ampek Paruik (Solok Selatan)
  • Suku Malayu Koto Kaciak Ampek Paruik (Solok Selatan)
  • Suku Malayu Durian (Malayu Rajo)
  • Suku Malayu Kecik (Kecil) (Lunang)
  • Suku Malayu Durian Limo Ruang (Solok Selatan)
  • Suku Malayu Badarah Putiah,
  • Suku Malayu Baduak,
  • Suku Malayu Balai,
  • Suku Malayu Baruah,
  • Suku Malayu Bendang,
  • Suku Malayu Bongsu,
  • Suku Malayu Bosa,
  • Suku Malayu Bungo,
  • Suku Malayu Cikarau,
  • Suku Malayu Gandang Perak,
  • Suku Malayu Kumbuak Candi,
  • Suku Malayu Kumbuak Harum,
  • Suku Malayu Lampai,
  • Suku Malayu Lua,
  • Suku Malayu Panjang,
  • Suku Malayu Patar,
  • Suku Malayu Siat,
  • Suku Malayu Talang,
  • Suku Malayu Tobo,
  • Suku Malayu Tongah (Tangah)

Suku-suku yang termasuk Rumpun Suku Malayu di Minangkabau adalah:
  • Suku Panai
  • Suku Bendang
  • Suku Kampai
  • Suku Mandailiang, (merupakan perantau dari tanah batak selatan, Mandailing, yang berbaur dalam adat dan budaya Minangkabau, menjadi suku Mandailiang)

Keturunan-keturunan Suku Malayu saat ini, telah menjadi bagian suku yang dominan dalam sekian banyak "suku" atau "marga" di Suku Minangkabau.

sumber:

Suku Minangkabau

suku Minangkabau
Suku Minangkabau, adalah suatu suku yang mendiami provinsi Sumatra Barat. Populasi suku Minangkabau ini diperkirakan lebih dari 8 juta orang.

Orang Minangkabau, biasanya disebut sebagai "orang Minang" atau "orang Padang", tapi orang Minangkabau sendiri biasanya dalam percakapan menyebut diri mereka sebagai "urang awak", yang berarti "orang kita".

Dalam kehidupan masyarakat suku Minangkabau, mereka menganut sistem matrilineal. Dimana sang ibu memiliki posisi tertinggi dalam keluarga, dan sebagai penurun nama keluarga untuk generasi berikutnya. Adat dan budaya mereka menempatkan pihak perempuan bertindak sebagai pewaris harta pusaka dan kekerabatan. Garis keturunan dirujuk kepada ibu yang dikenal dengan Samande (se-ibu), sedangkan ayah, disebut oleh masyarakat dengan nama Sumando (ipar) dan diperlakukan sebagai tamu dalam keluarga.
Walau perempuan mendapat posisi tertinggi dalam adat keluarga, namun dalam sistem pemerintahan adat dan sebagai pemimpin komunitas tetap dipegang oleh kaum laki-laki.

Orang Minangkabau terkenal karena tradisi mereka dalam perdagangan, sehingga dalam kehidupan masyarakat banyak muncul istilah "Padang = Pandai Dagang". Mereka juga profesional dan intelektual. Orang Minangkabau memiliki semangat yang besar dalam perantauan. Hampir setengah jumlah penduduk Minangkabau berada di perantauan. Penyebaran perantauan orang Minang hampir di seluruh wilayah pulau Sumatra hingga ke pulau Jawa dan pulau-pulau lain di Indonesia, bahkan perantau Minangkabau juga banyak ditemukan di Malaysia dan Brunei. Tradisi merantau orang Minangkabau telah terjadi sejak beberapa abad yang lalu, pada masa perang Paderi, banyak dari mereka yang merantau ke Malaysia, terbukti dengan adanya komunitas dan pemukiman orang Minangkabau di Negeri Sembilan dan Pahang Malaysia.

Istilah "minangkabau', dikatakan berasal dari kata "minang" dan "kabau", yang memiliki sejarah dan legenda pada masyarakat Minangkabau. Pada masa lalu, dengan seekor anak kerbau, mereka mengalahkan kerbau dari Kerajaan Majapahit. 
Kisah ini juga terdapat dalam Hikayat Raja-raja Pasai dan juga menyebutkan bahwa kemenangan itu kemenangan negeri Periaman (Pariaman). Selanjutnya penggunaan nama Minangkabau digunakan untuk menyebut sebuah nagari, yaitu Nagari Minangkabau, yang terletak di kecamatan Sungayang kabupaten Tanah Datar provinsi Sumatera Barat. Cerita ini membuktikan bahwa negeri Minangkabau tidak pernah takluk dari Kerajaan Majapahit.

orang Minang di masa lalu
Suku Minangkabau termasuk salah satu rumpun Melayu Deutro atau Melayu Muda, yang dikelompokkan sebagai salah satu sub-suku Melayu. Pada awal migrasi dari daratan China Selatan ke pulau Sumatera sekitar abad ke-1 Masehi. Menurut perkiraan mereka masuk dari sebelah timur pulau Sumatera, mengikuti aliran sungai Kampar sampai ke dataran tinggi Darek dan membangun pemukiman pertama di tempat ini. Di kawasan Darek ini, mereka membentuk semacam wilayah adat yang dikenal dengan nama Luhak, yang selanjutnya disebut juga dengan nama Luhak Nan Tigo, yang terdiri dari Luhak Limo Puluah, Luhak Agam, dan Luhak Tanah Data. Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, kawasan luhak tersebut menjadi daerah teritorial pemerintahan yang disebut afdeling, dikepalai oleh seorang residen yang oleh masyarakat Minangkabau disebut dengan nama Tuan Luhak.

Asal usul suku Minangkabau, menurut suatu versi, adalah berasal dari suku Malayu, yang merupakan nenek moyang suku Minangkabau. Dilihat dari sejarah Sumatra Kuno, tidak terdapat nama Minangkabau,, kecuali nama Moloyou, yang berarti Malayu. Kalau dilihat wilayah Minangkabau dekat degan wilayah pusat Kerajaan Melayu, yaitu di hulu sungai Batang Hari Jambi. Sedangkan suku Malayu tetap eksis, dan menjadi salah satu suku dalam budaya Minangkabau.
Di beberapa nagari di Minangkabau, suku Malayu merupakan suku keluarga raja, seperti di Solok Selatan, Lunang dan Indropuro(Pesisir Selatan), Ampek Angkek (Agam), nagari Air Bangis (Pasaman) dan beberapa nagari lain. Di Solok Selatan, suku Malayu merupakan suku dari Yang Dipertuan Sultan Besar Raja Disembah atau Raja Alam.
Di kerajaan Darmasraya, diduga kuat bahwa keluarga kerajaan juga bersuku Malayu dan keluarga Kerajaan Pagaruyung juga bersuku yang sama yaitu Suku Malayu.

Awalnya orang Minangkabau tidak dibedakan dengan orang Melayu, namun sejak abad ke-19, antara orang Minang dan orang Melayu semakin terlihat berbeda, dilihat dari budaya matrilineal Minangkabau yang tetap bertahan, berbeda dengan budaya Melayu yang patrilineal.

Masyarakat Minangkabau adalah pemeluk agama Islam seluruhnya. Budaya Islam begitu kuat berkembang dalam kalangan suku Minangkabau, adat-istiadat dan agama merupakan kombinasi yang kuat dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Sehingga apabila ada anggota masyarakat mereka yang berpindah ke agama lain, akan dianggap "dibuang" dari masyarakat adat Minangkabau. Istilah "dibuang", berarti "dibuang dan tidak boleh masuk dalam adat-istiadat Minangkabau". Suatu komunitas kecil suku Minang yang beragama lain di kota Medan Sumatra Utara, tidak menjalankan hukum adat Minangkabau, karena mereka tidak diperbolehkan menjalankan adat-istiadat Minangkabau.

Pada masa pra Islam, terlihat dari bukti arkeologis, bahwa para leluhur suku Minangkabau pernah memeluk agama Buddha terutama pada masa Kerajaan Sriwijaya yang menguasai seluruh pulau Sumatra dan sampai akhir pemerintahan Dharmasraya. Kemudian sejak munculnya Kerajaan Pagaruyung, mereka mengadopsi agama Islam.

Kedatangan Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang dari Mekkah sekitar tahun 1803, memainkan peranan penting dalam penegakan hukum Islam di pedalaman Minangkabau. Walau mendapat tantangan dari masyarakat setempat yang terbiasa dalam tradisi adat. Akhirnya pada masa Perang Padri, akhirnya mereka secara serentak melaksanakan seluruh adat berasaskan Islam.

Bahasa Minangkabau termasuk salah satu anak cabang rumpun bahasa Austronesia. Sering jadi perdebatan antara orang Minangkabau dan orang Melayu, bahasa siapa yang lebih tua? menurut orang Melayu bahwa bahasa Minangkabau adalah sub-bahasa Melayu, karena terdapat banyak kemiripan kosakata dan bentuk tuturan dengan bahasa Melayu, sedangkan bagi orang Minangkabau bahasa Minangkabau justru lebih tua dari bahasa Melayu. Menurut para peneliti, bahasa Minangkabau adalah bahasa tersendiri, yang merupakan bahasa cabang dari dialek bahasa Proto-Melayu.
Bahasa Minangkabau sendiri memiliki beberapa dialek yang berbeda pada beberapa daerah di provinsi Sumatra Barat.

Masyarakat Minangkabau memiliki berbagai macam atraksi dan kesenian, seperti tari-tarian yang biasa ditampilkan dalam pesta adat maupun perkawinan, yaitu:
  • Tari Pasambahan,
    merupakan tarian yang dimainkan bermaksud sebagai ucapan selamat datang ataupun ungkapan rasa hormat kepada tamu istimewa yang baru saja sampai.
  • Tari Piring,
    merupakan bentuk tarian dengan gerak cepat dari para penarinya sambil memegang piring pada telapak tangan masing-masing, yang diiringi dengan lagu yang dimainkan oleh talempong dan saluang.
  • Silek adalah Silat Minangkabau,
    merupakan suatu seni bela diri tradisional khas suku ini yang sudah berkembang sejak lama. Dewasa ini Silek tidak hanya diajarkan di Minangkabau saja, namun juga telah menyebar ke seluruh Kepulauan Melayu bahkan hingga ke Eropa dan Amerika.
  • Randai, merupakan gabungan tari dengan silek, biasa diiringi dengan nyanyian (sijobang)
  • Seni berkata-kata (pantun, bersilat lidah dan sindiran)
    • Pasambahan (persembahan),
    • Indang
    • Salawat Dulang
  • Pacuan kuda,
  • Pacu jawi (pacuan sapi)
  • Pacu itik

Rumah Gadang
Rumah adat Minangkabau disebut sebagai "Rumah Gadang" atau "Rumah Besar", yang berbentuk rumah panggung berukuran besar. Rumah adat berbentuk segi empat dan dibagi atas dua bagian muka dan belakang. Dibuat dari papan, dan di bagian atas atap dibuat seperti tanduk kerbau. Atap aslinya ditutupi dengan ijuk, tapi saat ini banyak yang menggunakan bahan seng. Di halaman depan Rumah Gadang, biasanya didirikan dua sampai enam buah Rangkiang yang digunakan sebagai tempat penyimpanan padi milik keluarga yang menghuni Rumah Gadang tersebut. Dalam tradisi budaya Minangkabau, hanya kawaan yang berstatus Nagari saja, yang boleh didirikan Rumah Gadang.

Masyarakat Minang juga dikenal dengan ragam masakannya, dengan cita rasa pedas yang populer di kalangan masyarakat Indonesia. Masakan Minang mengandung bumbu rempah-rempah yang kaya, seperti cabai, serai,lengkuas, kunyit, jahe, bawang putih, dan bawang merah. Beberapa di antaranya diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang kuat, sehingga tidak mengherankan jika ada masakan Minang yang dapat bertahan lama. Pada hari-hari tertentu, masakan yang dihidangkan banyak yang berbahan utama daging, terutama daging sapi, daging kambing, dan daging ayam.

Dalam masyarakat Minangkabau, banyak terdapat "suku", dimaksud "suku", kira-kira semacam "marga" dalam masyarakat Batak. Tapi menurut orang Minangkabau istilah "suku" berbeda dengan "marga", karena menurut mereka "marga" merupakan "nama keluarga". Sedangkan "suku" dalam Minangkabau semacam "klan" tapi bukan "sub-suku", melainkan suatu kelompok kecil yang berasal dari garis keturunan nenek moyang yang sama. "Suku" juga merupakan basis dari unit-unit ekonomi. Kekayaan ditentukan oleh kepemilikan tanah keluarga, harta, dan sumber-sumber pemasukan lainnya yang semuanya itu dikenal sebagai harta pusaka. Harta pusaka merupakan harta milik bersama dari seluruh anggota kaum-keluarga. Harta pusaka tidak dapat diperjualbelikan dan tidak dapat menjadi milik pribadi. Harta pusaka semacam dana jaminan bersama untuk melindungi anggota kaum-keluarga dari kemiskinan. Jika ada anggota keluarga yang mengalami kesulitan atau tertimpa musibah, maka harta pusaka dapat digadaikan.

Suku terbagi-bagi ke dalam beberapa cabang keluarga yang lebih kecil atau disebut payuang (payung). Adapun unit yang paling kecil setelah sapayuang disebut saparuik. Sebuah paruik (perut) biasanya tinggal pada sebuah Rumah Gadang secara bersama-sama

Perekonomian masyarakat Minangkabau sejak dahulunya telah ditopang oleh kemampuan berdagang, terutama untuk mendistribusikan hasil bumi mereka. Kawasan pedalaman Minangkabau, secara geologis memiliki cadangan bahan baku terutama emas,tembaga, timah, seng, merkuri, dan besi, semua bahan tersebut telah mampu diolah oleh mereka. Sehingga julukan suvarnadvipa (pulau emas) yang muncul pada cerita legenda di India sebelum Masehi, kemungkinan dirujuk untuk pulau Sumatera karena hal ini.

Keberhasilan dan kesuksesan orang Minangkabau, banyak diraih ketika mereka berada di perantauan. Daerah perantauan mereka terbanyak di pulau Jawa dan negeri Malaysia.

sumber:
  • sejarah.kompasiana.com
  • wikipedia
  • mozaikminang.wordpress.com
sumber lain dan foto:
  • ridwanaz.com
  • wikipedia
  • putrahermanto.wordpress.com