Suku Melayu Rokan Hilir, adalah komunitas suku Melayu yang mendiami kabupaten Rokan Hilir di provinsi Riau.
Dalam sejarah masa lalu suku Melayu Rokan Hilir ini pada masa dahulu banyak terlibat hubungan dengan masyarakat Tionghoa. Terlihat dari beberapa peninggalan budaya Tionghoa di wilayah suku Melayu Rokan Hilir ini.
Suku Melayu Rokan Hilir mayoritas adalah penganut agama Islam. Agama Islam menurut mereka adalah agama bangsa Melayu. Karena itu banyak tradisi dan adat budaya suku Melayu Rokan Hilir yang disesuaikan dengan budaya dan ajaran Islam. Tapi walaupun begitu mereka masih melakukan beberapa ritual animisme, yang terlihat pada beberapa mereka telah beragama Islam, beberapa tradisi animisme masih tetap dilakukan. Mereka percaya dengan hal-hal gaib, dan melakukan beberapa ritual animisme.
Beberapa tradisi Ritual suku Melayu Rokan Hilir:
Masyarakat suku Melayu Rokan Hilir, hidup pada bidang pertanian. Mereka menanam padi di lahan sawah. Jagung dan ubi juga menjadi tanaman utama mereka, dan berbagai jenis sayur-sayuran serta buah-buahan. Bagi masyarakat suku Melayu yang tinggal di daerah pesisir, biasanya menjalani profesi sebagai nelayan. Mereka menangkap ikan pada saat tertentu, tergantung kondisi alam yang sudah diperkirakan. Sedangkan sisanya menjadi pedagang dan buruh.
sumber:
Dahulu daerah Melayu Rokan Hilir terdiri dari 3 wilayah kenegerian, yaitu negeri Kubu, Bangko dan Tanah Putih. Ketiga negeri ini lah yang disebut sebagai Melayu Rokan Hilir, yang membentuk komunitas dan budaya yang terpusat di Rokan Hilir ini. Negeri-negeri tersebut dipimpin oleh seorang Kepala Negeri yang bertanggung jawab kepada Sultan Siak .
Pada awalnya Belanda mendirikan distrik di daerah Tanah Putih pada tahun 1890, tapi di daerah lain pemukim-pemukim dari etnis Tionghoa mendirikan kota Bagansiapiapi. Ternyata kota Bagansiapiapi berkembang pesat, akhirnya Belanda memindahkan pemerintahan distriknya ke kota Bagansiapiapi ini, dan membangun pelabuhan modern dan terlengkap pada masa itu untuk mengimbangi pelabuhan lain di Selat Malaka bersamaan dengan masa Perang Dunia I. Setelah Belanda meninggalkan Indonesia, daerah Rokan Hilir ini dimasukkan ke dalam kabupaten Bengkalis.
Suku Melayu Rokan Hilir mayoritas adalah penganut agama Islam. Agama Islam menurut mereka adalah agama bangsa Melayu. Karena itu banyak tradisi dan adat budaya suku Melayu Rokan Hilir yang disesuaikan dengan budaya dan ajaran Islam. Tapi walaupun begitu mereka masih melakukan beberapa ritual animisme, yang terlihat pada beberapa mereka telah beragama Islam, beberapa tradisi animisme masih tetap dilakukan. Mereka percaya dengan hal-hal gaib, dan melakukan beberapa ritual animisme.
Beberapa tradisi Ritual suku Melayu Rokan Hilir:
Ritual Semah Laut |
- Ritual Semah Laut (Ritual Pemujaan laut),.suatu tradisi ritual suku Melayu Rokan Hilir di daerah Panipahan Rokan Hilir. Ritual ini ditemukan juga di daerah Bengkalis dan Tembilahan serta daerah lain terutama di pesisir. Ritual Semah Laut ini dilakukan oleh para nelayan yang dipimpin oleh Bathin, mereka menggunakan pakaian khas berwarna kuning, dan ritual diiringi mantra yang dikemas dalam lagu serta diiringi bunyi gendang, gong dan alat musik tradisional lainnya. Tujuan Ritual Semah Lautt, agar hasil tangkapan ikan nelayan dapat banyak.
Mereka meyakini di laut banyak dihuni oleh makhluk halus yang biasa disebut mambang (hantu lat atau jin), mambang ataupun jin ini dianggap dapat mendatangkan bahaya bagi para pelaut atau nelayan. Dan untuk menghindari makhluk halus ini maka diadakanlah suatu upacara yang dikenali sebagai Semah Laut.
Dalam ritual Semah Laut ini, peserta ritual Semah Laut memperagakan beberapa gerakan ilmu bela diri dan mereka saling bersilat, dan biasanya ada peserta yang mengalami kesurupan karena dirasuki oleh makhluk halus.
Ritual Bakar Tongkang |
- Ritual Bakar Tongkang, adalah wisata budaya unggulan provinsi Riau dari kabupaten Rokan Hilir (Rohil). Ritual Bakar Tongkang telah menjadi wisata nasional bahkan internasional. Ritual Bakar Tongkang adalah upacara tradisional masyarakat Tionghoa di ibukota kabupaten Rokan Hilir yakni Bagansiapiapi
Ritual Bakar Tongkang merupakan kisah pelayaran masyarakat keturunan Tionghoa yang melarikan diri dari si penguasa Siam pada abad ke-19. Di dalam kapal yang dipimpin Ang Mie Kui, terdapat patung Dewa Kie Ong Ya dan lima dewa, di mana panglimanya disebut Tai Sun Ong Ya.
Patung -patung dewa ini mereka bawa dari tanah Tiongkok , dan menurut keyakinan mereka bahwa dewa tersebut akan memberikan keselamatan dalam pelayaran, hingga akhirnya mereka menetap di Bagansiapiapi.
Untuk menghormati dan mensyukuri kemakmuran dan keselamatan yang mereka peroleh dari hasil laut sebagai mata pencaharian utama masyarakat Tionghoa Bagansiapiapi , maka mereka membakar wangkang (tongkang) yang dilakukan setiap tahun. Sedangkan prosesi sembahyang dilaksanakan pada tanggal 15, 16 bulan 5 tahun Imlek.
Menurut cerita, bahwa Ritual Bakar Tongkang adalah ritual pemujaan untuk memperingati hari ulang tahun Dewa Kie Ong Ya (Dewa Laut). Upacara ini memiliki ciri khas tersendiri dan tidak ditemui di daerah lain di Indonesia .
Pada masa pemerintahan Soeharto, tradisi ritual ini sempat dilarang, tapi kemudian diaktifkan kembali pada masa pemerintahan Gus Dur sampai sekarang ini.
Masyarakat suku Melayu Rokan Hilir, hidup pada bidang pertanian. Mereka menanam padi di lahan sawah. Jagung dan ubi juga menjadi tanaman utama mereka, dan berbagai jenis sayur-sayuran serta buah-buahan. Bagi masyarakat suku Melayu yang tinggal di daerah pesisir, biasanya menjalani profesi sebagai nelayan. Mereka menangkap ikan pada saat tertentu, tergantung kondisi alam yang sudah diperkirakan. Sedangkan sisanya menjadi pedagang dan buruh.
sumber:
- rokan: rokan adat istiadat
- dasrians.blogspot.com
- telukpulau.blogspot.com
- riaudailyphoto.com
- wikipedia
- riaudailyphoto.com
Wah, kebetulan saya orang rokan hilir.
ReplyDeleteThaks artikelnya keren.
Maaf mau nanya kapan ya biasanya tradisi ini dilaksanakan dan berapa lama?
ReplyDeleteBanyak yg salah tentang tradisi yg anda tulis bertanyalah sebelum menulis...trims
ReplyDelete