Suku Melayu Bengkulu, adalah salah satu suku yang berdiam di kabupaten Bengkulu. Penyebaran suku Melayu Bengkulu ini terpusat di kota Bengkulu dan di beberapa kabupaten, yaitu di Kepahiang, Rejang Lebong, Bengkulu Utara dan Bengkulu Tengah.
Budaya suku Melayu Bengkulu ini tidak berbeda dengan suku Melayu lainnya di Sumatra dan suku Melayu di Malaysia. Dari segi bahasa, suku Melayu Bengkulu berkerabat dekat dengan bahasa Melayu Palembang, Melayu Jambi, Minangkabau atau suku Melayu lainnya yang berlogat "o". Sedangkan dari cara penuturan bahasa, mirip dengan bahasa Melayu di Negeri Sembilan Malaysia.
Dalam budaya suku Melayu Bengkulu ini juga mengenal tradisi pantun. Pantun biasanya dilakukan pada saat melakukan acara-acara resmi, seperti acara pernikahan yang dilakukan semalam suntuk oleh puluhan orang bersama-sama dan bersahut-sahutan.
Masyarakat suku Melayu Bengkulu menganut agama Islam, seperti suku Melayu lainnya, bahwa dalam falsafah Melayu, "Melayu adalah Islam". Agama Islam sangat kuat pengaruhnya dalam budaya Melayu. Terlihat dalam kehidupan sehari-hari, budaya dan tradisi adat, seluruhnya dipengaruhi oleh unsur budaya Islam.
Kehadiran suku Melayu Bengkulu ini di tanah Bengkulu, tidak diketahui secara pasti kapan dan dari mana. Tetapi sekitar abad ke-18, Kolonel Nahujs, dari Belanda berkunjung ke Bengkulu, pada tahun 1823, mengatakan bahwa di daerah pesisir pantai, telah ada komunitas masyarakat yang menyebut diri mereka sebagai orang Melayu, dan pemukiman mereka dikenal sebagai Kampung Melayu. Sedangkan menurut Van der Vinne, orang Melayu Bengkulu datang dari wilayah Tiga Belas dan dari dataran tinggi (kemungkinan dari daerah Sumatra Barat).
Menurut perkiraan suku Melayu Bengkulu ini telah hadir di wilayah Bengkulu ini sekitar abad ke-17, dan pertama kali bermukim di daerah pesisir, hidup terasing dan menjalani hidup sebagai nelayan, seperti kebiasaan suku Melayu yang menyukai daerah pesisir.
Masyarakat suku Melayu Bengkulu saat ini telah berkembang menjadi masyarakat yang maju. Sebagian dari mereka yang hidup di pesisir pada umumnya berprofesi sebagai nelayan. Sedangkan yang bermukim di kota Bengkulu dan daerah-daerah lain banyak menjadi pedagang, atau bidang profesi lain.
sumber:
Budaya suku Melayu Bengkulu ini tidak berbeda dengan suku Melayu lainnya di Sumatra dan suku Melayu di Malaysia. Dari segi bahasa, suku Melayu Bengkulu berkerabat dekat dengan bahasa Melayu Palembang, Melayu Jambi, Minangkabau atau suku Melayu lainnya yang berlogat "o". Sedangkan dari cara penuturan bahasa, mirip dengan bahasa Melayu di Negeri Sembilan Malaysia.
budaya Silat suku Melayu Bengkulu |
Masyarakat suku Melayu Bengkulu menganut agama Islam, seperti suku Melayu lainnya, bahwa dalam falsafah Melayu, "Melayu adalah Islam". Agama Islam sangat kuat pengaruhnya dalam budaya Melayu. Terlihat dalam kehidupan sehari-hari, budaya dan tradisi adat, seluruhnya dipengaruhi oleh unsur budaya Islam.
Kehadiran suku Melayu Bengkulu ini di tanah Bengkulu, tidak diketahui secara pasti kapan dan dari mana. Tetapi sekitar abad ke-18, Kolonel Nahujs, dari Belanda berkunjung ke Bengkulu, pada tahun 1823, mengatakan bahwa di daerah pesisir pantai, telah ada komunitas masyarakat yang menyebut diri mereka sebagai orang Melayu, dan pemukiman mereka dikenal sebagai Kampung Melayu. Sedangkan menurut Van der Vinne, orang Melayu Bengkulu datang dari wilayah Tiga Belas dan dari dataran tinggi (kemungkinan dari daerah Sumatra Barat).
Menurut perkiraan suku Melayu Bengkulu ini telah hadir di wilayah Bengkulu ini sekitar abad ke-17, dan pertama kali bermukim di daerah pesisir, hidup terasing dan menjalani hidup sebagai nelayan, seperti kebiasaan suku Melayu yang menyukai daerah pesisir.
Masyarakat suku Melayu Bengkulu saat ini telah berkembang menjadi masyarakat yang maju. Sebagian dari mereka yang hidup di pesisir pada umumnya berprofesi sebagai nelayan. Sedangkan yang bermukim di kota Bengkulu dan daerah-daerah lain banyak menjadi pedagang, atau bidang profesi lain.
sumber:
- rejang-lebong: warisan melayu bengkulu
- bengkuluprov: sejarah bengkulu
- wikipedia
- article.wn.com
No comments:
Post a Comment